Monday, January 18, 2010

Degradasi Lingkungan Danau

Proses terbentuknya Danau Tempe yang berasal dari proses pergeseran dan pengangkatan batuan atau daratan, memberikan karakter terhadap sifat fisik lingkungan danau seperti landai dari wilayah daratan sekitarnya serta elevasi yang rendah dari permukaan laut. Hal menimbulkan bajir tahunan jika datang musim hujan. Karakter fisik ini diperparah lagi oleh kondisi alam disekitarnya serta tindakan manusia yang tidak menjaga kelestarian ekosistem lingkungan danau secara keseluruhan, mulai dari hulu sungai sampai ke dalam danau. Beberapa degradasi lingkungan yang sedang terjadi di Danau Tempe dapat dijelaskan seperti di bawah ini.

a. Sedimentasi
Pendangkalan merupakan permasalahan ekologis, setidaknya ada dua penyebab dari permasalahan besar tersebut yang sangat kompleks dan terkait dengan masalah-masalah lain di Danau Tempe yaitu sedimentasi dan pencemaran. Berdasarkan Laporan BAPEDAL Regional III (2000) bahwa proses hidrologi langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi erosi dan sedimen serta aspek kualitas air danau. Ada beberapa sungai yang bermuara dan menjadi sumber sedimen Danau Tempe yaitu 1) Sungai Bila dengan 3 Daerah Aliran Sungai (DAS) pada 3 kabupaten yaitu Kab. Enrekang, Kab. Sidrap dan Kab.Wajo. Besarnya sedimen daerah tangkapan air sungai Sungai Bila sebanyak 192.592 juta m3, 2) Sungai Walennae dengan DAS mencakup 4 kabupaten yaitu Kab. Soppeng, Kab. Bone, Kab. Maros dan Kab. Wajo. Sedimen yang terbawa dan masuk ke danau sebesar 786.066j uta m3, 3) Sungai-sungai kecil seperti Sungai Wettee, Sungai Batu-Batu, Sungai Waronge, Sungai Tancung dan lain-lain juga memberikan kontribusi sedimen sebesar 90.491 juta m3.
Total sedimen yang masuk ke Danau Tempe adalah 1.069.099 juta m3, sementara yang dikeluarkan melalui Sungai Cenranae adalah 550.490 juta m3. Dengan demikian sisa sedimen yang mengendap di dasar danau sebesar 518.609 juta m3. Jika setiap tahunnya sedimen tidak keluar dan terus mengendap maka akan terjadi proses pendangkalan danau setinggi 0,37 cm dari proses sedimentasi (Bapedal, 2000).
Sedimentasi yang terjadi 0,37 cm setiap tahun telah menyebabkan pendangkalan yang menimbulkan dampak negatif bagi sumberdaya perikanan Danau Tempe. Danau Tempe menjadi lebih dangkal dan volume air berkurang sehingga ruang perairan untuk habitat ikan juga berkurang.
Sedimen yang masuk ke DAS merupakan akumulasi erosi dan buangan rumah tangga dan industri sepanjang DAS. Erosi disebabkan oleh penebangan hutan di sekitar hulu dan sepanjang DAS sehingga aliran air pada saat hujan mengikis lapisan tanah dan terbawa ke sungai. Kemudian pada badan air danau terdapat banyak tanaman air baik yang tumbuh dari dasar danau maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bungka toddo. Tanaman air ini menjadi perangkap sedimen dan mengendapkan sedimen ke dasar danau. Menurut penelitian Nippon Koei (2003), bahwa sepanjang musim hujan 80 – 90 persen permukaan danau ditutupi oleh tanaman air.
Suara Publik (2003) menulis bahwa akibat kerusakan lingkungan, telah terjadi pendangkalan dan penyempitan danau. Di musim kemarau, danau hampir kering dengan rata-rata kedalaman air hanya 0,5 – 1,0 meter. Sebaliknya, pada puncak musim hujan, air banjir pemukiman penduduk dan menghanyutkan segalanya.

b. Pencemaran.
Air danau dan aliran-aliran sungai di sekitarnya dipergunakan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih, tetapi masyarakat tidak mengetahui tingkat pencemaran air dan juga kebutuhan air bersih untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus) hanya bertumpu pada air sungai dan danau. Laporan Bappedal (2000) menunjukkan bahwa setidaknya ada 3 sumber-sumber pencemar air danau yaitu 1) Kegiatan Rumah Tangga yang menghasilkan bahan buangan organik (dedaunan, bekas bungkusan kertas), buangan olahan bahan makanan (ikan, daging), buangan zat kimia (dari sabun, detergen, shampoo, dan bahan pembersih lain), 2) Kegiatan Pertanian seperti penggunaan pestisida (insektisida, herbisida, zat pengatur tumbuh) dan pupuk (ZA, DAP, Urea, NPK dan lain-lain), 3) Kegiatan Industri dengan 4 golongan yaitu industri makanan dan tembakau, pertenunan sutera dan pakaian jadi, industri kayu dan perabot, industri percetakan. Bahan buangan dari industri berupa buangan padat, organik, olahan makanan dan zat kimia.
Hal yang juga menjadi perhatian utama adalah pencemaran perairan yang terjadi, berdasarkan penelitian lembaga kami dan Bappedal Wil. III menunjukkan adanya indikator bahwa perairan Danau Tempe mengalami pencemaran seperti perubahan suhu air, pH, warna, bau, rasa, tingginya kekeruhan, logam berat (timbal dan arsen) dan meningkatnya radioaktivitas air. Sumber utama yang membawa bahan pencemar keperairan adalah aktivitas masyarakat yang semakin meningkat dalam bentuk kegiatan pertanian dan limbah dari pemukiman yang padat di sekitar areal Danau Tempe. Masalah pencemaran ini merupakan akibat dari aktivitas masyarakat di sekitar danau dan DAS yang kurang tertata. Masyarakat belum memiliki kesadaran tentang pentingnya pelestarian perairan sungai dan danau. Hal ini disebabkan umumnya masyarakat masih memiliki tingkat pendidikan rendah dan keterampilan/pengetahuan yang kurang dalam mengelola (mengeksploitasi) danau serta dalam melakukan aktivitas sekitar danau atau DAS.
Permasalahan sedimentasi dan pencemaran yang cenderung semakin tinggi memberikan kontribusi terhadap proses pendangkalan di Danau Tempe. Hasil Penelitian JICA (1993) menunjukkan bahwa setiap tahunnya terjadi pendangkalan berkisar 15 – 20 cm dan cenderung meningkat setiap tahun. Berdasarkan kesimpulan Laporan BAPEDAL Regional III (2000) menyatakan bahwa apabila laju sedimentasi terus meningkat setiap tahunnya diperkirakan 100 – 200 tahun kemudian Danau Tempe akan menjadi suatu daerah dataran yang subur karena adanya penumpukan sedimen yang banyak mengandung bahan organik.

c. Terjadi peningkatan gulma air
Tingginya produktifitas dan kesuburan Danau Tempe terlihat dari semakin meningkatnya pertumbuhan gulma air pada perairan danau dimana luas penutupannya mencapai 40 %. Hal ini dapat menjadi ancaman karena membantu mempercepat proses pendangkalan Danau Tempe. Tanaman air yang menjadi gulma di danau adalah didominasi oleh eceng gondok, akar tanaman ini dapat mencapai dasar danau dan menjadi perangkap sedimen kemudian mengendapkan di dasar danau.
Menurut wawancara dengan nelayan dijelaskan bahwa pada akhir musim hujan, dimana banyak nelayan yang memasang bungka toddo dari tanaman air khususnya eceng gondok dan kangkung, sehingga akan menutupi sebagian besar permukaan danau dan menyulitkan jalur nelayan yang menggunakan perahu. Kondisi biasanya dapat menimbulkan konflik antara nelayan pemilik bungka toddo dengan nelayan yang menggunakan jaring. Pada saat memasuki musim kering dimana danau semakin sempit karena air sudah turun, hal ini menyebabkan permukaan danau akan tertutupi sampai 90 % oleh tanaman air.

d. Terancamnya satwa liar dan biota air di areal Danau Tempe
Menurunnya kualitas lingkungan perairan Danau Tempe mempengaruhi daya dukung organisme didalamnya sehingga keberadan satwa liar dan biota air semakin terancam. Dan terdapat indikasi menurunnya populasi beberapa satwa liar dan biota air, khususnya yang jenis endemik. Berdasarkan survei dan wawancara dengan masyarakat sekitar danau dijelaskan bahwa biota seperti burung (cawiwi, lawase) dan ikan endemik (bungo, belanak, sidat/masafi) sudah jarang dijumpai di danau.

No comments:

Post a Comment

About Me

My photo
Sengkang - Makassar, South Sulawesi, Indonesia