Monday, January 18, 2010

Ekosistem Danau Tempe

Terbentuknya Danau Tempe berasal dari proses geologis yang bersamaan dengan terbentuknya Sulawesi Selatan serta tiga danau lain yaitu Danau Sidenreng, Danau Taparang Lapompaka, Danau Labulang. Dilaporkan bahwa Stratigrafi di daerah tersebut berumur Miosen dan Holosen. Ketidakselarasan berbagai lapisan pada zaman tersebut menunjukkan adanya pengangkatan sehingga mengakibatkan terjadinya patahan-patahan berarah kurang lebih Utara-Selatan dan memunculkan terban besar dan luas, terban Walennae. Terban ini memiliki relief rendah dibanding daerah sekitarnya hingga merupakan suatu cekungan sedimentasi (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1982).


Danau Tempe menempati tiga wilayah kabupaten dengan tujuh kecamatan. Bagian danau terluas terletak pada Kabupaten Wajo yang terdiri empat kecamatan yaitu Tempe, Sabbangparu, Tanasitolo dan Belawa. Kabupaten Soppeng dua kecamatan yakni Kecamatan Marioriawa dan Donri Donri, dan bagian yang tersempit adalah Kabupaten Sidrap dengan satu kecamatan yaitu Kecamatan Pancalautan. Secara geografis Danau Tempe terletak antara 119053’ - 120004’ bujur timur dan 4003’ – 4009’ lintang selatan. Elevasi permukaan air danau bervariasi antara 3 m pada musim kemarau sampai kurang lebih 10 m di atas permukaan laut pada musim hujan (Bappedal, 1999; Pemda Kab. Wajo, 1996).

Hingga akhir 1960-an Danau Tempe masih dikenal sebagai sentra terpenting produksi perikanan air tawar di Indonesia. Selama kurun waktu 1948 – 1969 produksi ikan danau terluas di Sulawesi Selatan ini tiap tahun mencapai 37.000 – 40.000 ton berbagai jenis ikan. Bahkan tahun 1957 – 1959 sempat menembus angka 50.000 ton/tahun. Melimpahnya produksi ikan Danau Tempe dikenal dengan mangkuk ikannya Indonesia. Sejak sepuluh tahun terakhir hasil alam perairan ini cenderung terus merosot. Tahun 1999 dan 2000 misalnya, hanya mencatat masing-masing 17.077 ton dan 17.200 ton cuma setengah produksi rata-rata tigapuluhan tahun sebelumnya. Akibat kerusakan lingkungan, terutama daerah hulu Danau Tempe yang disebabkan oleh penggundulan hutan, telah terjadi pendangkalan dan penyempitan danau. Di musim kemarau, danau hampir kering dengan rata-rata kedalaman air hanya 0,5 – 1,0 meter. Sebaliknya, pada puncak musim hujan, air banjir pemukiman penduduk dan menghanyutkan segalanya (Suara Publik, Januari 2003).

Danau Tempe sumber pendapatan paling penting untuk masyarakat lokal. Umumnya peluang mata pencaharian adalah perikanan, perkebunan dan peternakan. Danau Tempe adalah habitat lebih dari 40 jenis burung dan beberapa jenis tumbuhan air. Hal ini mendukung keanekaragaman biologi yang sangat besar, bersama dengan aktivitas perikanan dan aktraksi pariwisata (FAO of UN, 1995).

Danau Tempe adalah salah satu dari empat sub sistem Danau Tempe, yaitu . Sistem terdiri dari (i) DAS Bila dan Walanae, dengan karakter penebangan hutan, peladangan berpindah dan pertanian yang merusak, yang menyebabkan erosi penyebab dan pelumpuran yang meningkatkan perbedaan musim kering dan hujan; (ii) sungai Bila, Batu batu, Lawo, Bilokka dan Walanae yang ditandai oleh kurangnya alir, pelumpuran dan fluktuasi permukaan air; (iii) danau, yang terdiri dari tiga danau pada musim kemarau; Danau Tempe, Buaya dan Sidenreng. Pada musim hujan, total luas permukaan dapat mencapai 35,000 ha, sedangkan pada musim kering sekitar 1,000 ha. Sepanjang musim hujan 80 – 90 persen permukaan danau ditutupi oleh tanaman air; (iv) Sungai yang mengalir keluar yaitu Cenranae, karakternya sering terjadi banjir, kurangnya aliran air, pelumpuran (Nippon Koei co, Ltd, 2003).

Danau Tempe berada dalam kondisi tekanan pelumpuran, perluasan tumbuhan air, tekanan penangkapan ikan yang tinggi, pengaruh herbisida dan pestisida serta percepatan eutrifikasi. Wilayah tangkapan hutan dan tanah pertanian tidak tertata yang mengakibatkan erosi. Kemiskinan menjadi faktor utama yang dipertimbangkan dalam pembangunan DAS pada sistem danau. Program perbaikan seperti rehabilitasi dan pengelolaan terintegrasi harus dilakukan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah prinsip dasar dari pembangunan regional di bawah koordinasi pemerintah provinsi, termasuk azas kesamaan ekonomi, sosial, psikologikal dan dimensi lingkungan (FAO of UN, 1995).

Danau Tempe adalah suatu sistem dari tiga danau alam yaitu Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya. Terdapat akumulasi sedimentasi secara terus menerus, dan danau-danau ini semakin dangkal dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh input bahan organik dari massa yang besar tumbuhan perairan yang telah menutupi area danau. Meningkatnya populasi masyarakat di wilayah DAS Danau Tempe menyebabkan bahaya besar bagi daratan, mengakibatkan banyak wilayah menjadi tanah pertanian dan mengalami deforestrasi. Intesnifikasi pertanian menyebabkan masuknya penyubur tanah dan herbisida masuk ke danau yang mempertinggi pertumbuhan tanaman air. Wilayah sungai pengendali banjir dan pengairan juga menjadi lahan pertanian (FAO of UN, 1995).

Danau Tempe, termasuk Danau Sidenreng dan Buaya membentuk ekosistem perairan yang kaya bagi masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Danau tersebut adalah suatu kondisi lingkungan yang bermasalah akibat pergantian intervensi proses alam dan manusia. Sebagai ekosistem yang memberikan manfaat menjadi sumber konflik kepentingan. Hal ini menjadi perhatian seiring dengan meningkatnya aktivitas sekitar danau. Untuk menjaga manfaat secara berkelanjutan, diperlukan pengelolaan yang terintegrasi (FAO of UN, 1995).

Danau Tempe merupakan daerah tangkapan (catchement area) dari Sungai Bila dan Sungai Walanae yang terbentuk dari Sungai Boya, Lancirang dan Kalola yang masuk dari sebelah utara ke danau. Sungai Walanae masuk danau dari selatan terbentuk dari Sungai Langkeme, Belo, Mario, Menlareng dan Sanrego. Tiga sungai kecil mengalir secara langsung ke dalam danau, yaitu Lawo, Batu batu dan Biloka. Pada elevasi 6 meter di atas permukaan laut, Danau Tempe terpisah dari Danau Buaya dan Danau Sidenreng tetapi pada musim hujan (Februari – Mei); danau ini bersatu ke dalam suatu Danau Tempe Besar yang mencakup sekitar 30,000 hektar. Sepanjang periode yang kering (Juli – Desember), danau menyusut lagi menjadi 10,000 hektar atau pada musim kemarau panjang, bahkan sampai 1,000 – 5,000 hektar (Nippon Koei co, Ltd, 2003).

Bencana alam banjir akibat meluapnya Danau Tempe di Kabupaten Wajo beberapa waktu lalu karena hutan di bagian hulu DAS di sekitar danau itu telah rusak parah. Pemerintah di lima kabupaten harus turut mengatasi terjadinya kerusakan hutan di wilayah mereka agar Danau Tempe terhindar dari banjir yang terjadi hampir setiap tahun. Banjir pada tujuh buah sungai yang bermuara di danau tersebut membawa lumpur, sehingga di beberapa bagian danau, terutama di kawasan muara sungai menjadi dangkal.

1 comment:

  1. pemerintah di sepanjang DAS Bila harus menyediakan tempat pembuangan sampah agar masyarakat tidak membuang sampah ke sungai.
    di jembatan Bila, Tanrutedong sering kita jumpai masyarakat yang membuang karungan sampah dari atas jembatan. bisa dipastikan bahwa masyarakat di sepanjang aliran sungai melakukan hal serupa.

    ReplyDelete

About Me

My photo
Sengkang - Makassar, South Sulawesi, Indonesia